Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), menggelar sidang perdana gugatan/permohonan pembatalan Surat Keputusan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (SK Ketum PDIP) Megawati Soekarnoputri, yang telah didaftarkan di Kementerian hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Rabu (18/9/2024).
Pada sidang majelis hakim yang diketuai Dra. Susanti Arsi Wibawani SH, MH, menanyakan tentang surat kuasa dari Penggugat dan Tergugat. Selanjutnya majelis hakim menyampaikan bahwa mendapatkan surat dari 5 prinsipal penggugat (Djupri cs) yang menyatakan pencabutan surat kuasa dan pencabutan gugatan Perbuatan Melawan Hukum nomor 540/Pdt.G/2024/PN.JKT.Pst tertanggal 5 September 2024, dengan tergugat l Prof. Hj. Megawati Soekarnoputri dan tergugat ll Kemenkumham.
Menanggapi surat pencabutan dari para prinsipal penggugat tersebut majelis hakim langsung menanyakan kepada Kuasa Hukum Penggugat Anggiat BM Manalu yang langsung dijawab bahwa dirinya belum menerima dan tidak mengetahui soal surat tersebut.
“Saya baru tahu atau baru mendengar pencabutan surat kuasa dan gugatan kepada saya itu melalui media, dan belum menerima surat yang dimaksud secara langsung,” jawab Kuasa Hukum Penggugat Anggiat BM Manalu S.Pd,SH.
Selanjutnya majelis hakim menunda persidangan selama 2 minggu sambil memanggil dan menunggu melengkapi legal standing tergugat ll.
Seusai sidang Anggiat BM Manalu menerangkan lima prinsipal itu baru secara pasti dirinya dengar dari majelis pada hari ini. Tetapi Anggiat masih menunggu surat pencabutan tersebut di kantornya.
“Meskipun begitu, kita mengikuti saja sesuai berita acara persidangan hukum perdata. Apakah nanti akan mengajukan gugatan baru atau cukup dengan perbaikan, itu sudah jelas bahwa hakim akan melakukan rapat terlebih dahulu,” kata Anggiat seusai sidang di PN Jakpus.
Menurut Anggiat meskipun benar lima prinsipalnya telah mencabut kuasa dan gugatannya, tapi gugatannya itu tetap akan berjalan, karena masih ada lima prinsipal lagi.
“Kan ada sepuluh prinsipal, jadi kalau lima mundur tapi masih ada lima prinsipal yang harus tetap jalan. Seperti tadi di persidangan majelis menyampaikan apakah yang lima tetap jalan, apakah perlu diganti nomor perkaranya atau perkara nomor 540 lanjut. Tadi sudah jelas majelis akan melakukan rapat dahulu,” pungkas Anggiat BM Manalu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Anggiat BM Manalu, S.Pd, SH, mengajukan gugatan hukum terhadap Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri (Tergugat l) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia (Tergugat ll), terkait kepengurusan PDIP yang dinilai cacat hukum.
Menurut Anggiat, Megawati Soekarnoputri telah demisioner sejak 10 Agustus 2024, dan dengan demikian, pengangkatan serta pelantikan pengurus baru PDIP hingga tahun 2025 dianggap tidak sah. Ia menilai bahwa proses ini juga melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP yang mengharuskan kongres untuk penyusunan pengurus.
Lebih lanjut, tindakan Megawati dalam menyusun dan melantik pengurus baru serta mendaftarkannya ke Kemenkumham dianggap melawan hukum. Anggiat menyoroti Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024, yang dianggap melanggar prosedur dan menimbulkan konflik kepentingan, karena Menteri Yasonna Laoly yang juga merupakan pengurus inti PDIP yang diduga mendapatkan perintah dari Ketua Umum DPP PDIP selaku Petugas Partai.
“Perbuatan-perbuatan para Tergugat (Ketum DPP PDIP dan Kemenkumham
RI) patut diduga merupakan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur
Pasal 1365 jo. Pasal 1366 jo. Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata,” ujar Anggiat usai mendaftarkan gugatan di PN Jakpus. Jumat (6/9/2024).
Tindakan ini, menurut Anggiat, dapat berdampak pada calon kepala daerah dari PDIP dan menimbulkan masalah hukum yang sulit dikembalikan kepada keadaan semula secara hukum terhadap para
anggota PDIP dan masyarakat Indonesia.
” Megawati Soekarnoputri harus bertanggungjawab atas semua Surat Rekomendasi PDIP yang mencalonkan
para bakal calon Kepala Daerah di berbagai Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Indonesia berpotensi menjadi cacat hukum dan menimbulkan keadaan yan
sulit untuk dikembalikan kepada keadaan semula secara hukum,” jelas Anggiat.
Anggiat juga menilai bahwa tindakan Kemenkumham dan PDIP melanggar kewajiban konstitusional Presiden Republik Indonesia.
Selain itu, Tergugat II adalah Presiden Republik Indonesia Cq Kementerian
Hukum dan HAM RI. Tugas dan kewenangannya dinyatakan dalam
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Oleh karena itu, tidak terjaminnya hak-hak konstitusional dan hak asasi warga negara merupakan pelanggaran kewajiban hukum tergugat.
“Tindakan Kemenkumham dan PDIP (Tergugat l dan Tergugat ll) melanggar kewajiban konstitusional Presiden Republik Indonesia,” tutup Anggiat BM Manalu. (Ramdhani)