
DETEKSIJAYA.COM – Sidang terdakwa seorang rohaniawan atau biarawati Buddhis bernama Biksuni Eva Jauwan alias Suhu Vira Vasu dan Aky Jauwan yakni perkara tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam akta autentik sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 KUHP kembali digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut). Kamis (25/4/2024).
Persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Syofia Marlianti T, dengan anggota Majelis Hakim Hotnar Simarmata, dan Dian Erdianto. Perkara ini ditangani oleh Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Hadi Karsono, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (Kejari Jakut) atas nama Tri Nurandi Sinaga dan Dhiki Kurnia.
Tampak Jaksa Hadi Karsono telah pula hadir dan menunggu di ruangan sidang. Ketua Majelis Sidang, Syofia Marlianti T, membuka persidangan, dengan meminta para saksi yang telah hadir untuk maju ke depan dan duduk di kursi persidangan.
Disepakati, dua orang saksi yakni Tan Liu Lie dan Meta Dewi dihadirkan secara bersamaan. Tan Liu Lie adalah adik kandung dari (Almarhumah) Emi yakni istri dari Terdakwa Aky Jauwan.
Sedangkan Meta Dewi adalah putri dari Tan Liu Lie, yang berarti adalah kemenakan dari Aky Jauwan dan sepupu dari Biksuni Eva Jauwan alias Suhu Vira Vasu.

Setelah pengambilan sumpah saksi, satu persatu Hakim menanyai para Saksi. Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T menanyakan kepastian apakah mengenal dan tahu para Terdakwa. Serta apakah mengetahui kepastian adanya pernikahan sah antara Alex Muwirto (Almarhum) yakni anak lelaki Aky Jauwan dengan seorang wanita bernama Katarina Bonggo Warsito.
Sidang kasus pidana dengan Nomor Perkara 246/Pid.B/2024, dimulai sekitar pukul 13.00 WIB. Terlihat saksi Tan Liu Lie dan saksi Meta Dewi tampak gagap dan terbata-bata setiap kali hendak merespon pertanyaan-pertanyaan.
Sehingga, Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T tampak gregetan dan menyela beberapa jawaban yang berbelit-belit yang disampaikan para Saksi. Hingga membuat pengunjung sidang sesekali riuh tertawa atas ulah para saksi yang dihadirkan.
“Saksi telah disumpah loh. Jawab dengan apa adanya, dan jawab saja pertanyaan-pertanyaan secara jelas dan tegas. Ingat, kesaksian Anda sangat berpengaruh kepada nasib orang lain. Jadi, tolong dijawab dengan sebenar-benarnya. Sebab, kalau ketahuan ada Saksi di persidangan yang bohong, itu sanksinya berat loh. Bisa dipenjara sampai 7 tahun kalau memberikan kesaksian bohong di muka persidangan,” tutur Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T.
“Ya, saya tahu mereka menikah (Alex dan Katarina Bonggo Warsito-Red). Kami datang di acara pernikahan mereka. Dan, ya saya kira itu pernikahan resmi dan sah. Soal adanya dugaan pemalsuan dokumen akta nikah, saya kurang tahu, dan tidak melihat-lihat dokumen pernikahan,” jawab Tan Liu Lie.
Hal yang sama juga disampaikan saksi Meta Dewi. Menurutnya, pernikahan Alex dengan Katarina Bonggo Warsito adalah pernikahan yang sah. Sebab, Meta Dewi dan seluruh anggota keluarga hadir dalam proses pernikahan itu.
“Namun, mengenai adanya pernikahan lain yang dilakukan Alex, saya tidak tahu. Sebab, sampai dia meninggal dunia, kayaknya enggak ada istri lain, selain Katarina. Itu yang saya tahu,” ujar Meta Dewi.
JPU Hadi Karsono, bergantian menanyakan mengenai akta pernikahan Alex dengan Katarina. “Apakah pernah melihat dan atau mengetahui akta pernikahan ini?” tanya Jaksa Hadi Karsono kepada para Saksi sembari memperlihatkan fotokopian akta pernikahan.
Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T menyela. “Coba bawa ke depan sini. Mengapa ini fotokopian? Yang aslinya di mana?” tanya kepada Jaksa.
“Kami cuma dapat fotokopian dari Penyidik, Yang Mulia. Kata Penyidik, yang asli sudah hilang karena dimakan ngengat,” sahut Jaksa Hadi Karsono.
“Enggak boleh begitu, itu kan tugas dan tanggung jawab Penyidik dan JPU. Mesti diupayakan yang aslinya. Kalian yang tahu itu. Sebab, dalam perkara ini, yang menjadi awal persoalan adalah dugaan pemalsuan akta pernikahan itu loh. Bukti ini yang penting. Kok yang dibawa fotokopian? Tolong dilengkapi ya,” sambung Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T menegaskan.
Setelah mendengar kesaksian dari Tan Liu Lie dan Meta Dewi, selanjutnya dihadirkan seorang petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Utara (Dukcapil), bernama Rizky Parlindungan.
Rizky Parlindungan mengakui bahwa ketika dilakukan Berita Acara Penyidikan (BAP) di Kepolisian, dirinya hanya diminta memeriksa dan meneliti keaslian Kartu Tanda Penduduk (KTP) Almarhum Alex.
Rizky Parlindungan yang pada saat kasus ini ditangani Polda Metro Jaya adalah sebagai PNS Dukcapil Jakarta Utara, yakni pada Seleksi Data, Informasi dan Pengawasan.
Dari BAP yang ada di tangan Majelis Hakim, Anggota Majelis Hakim, Hotnar Simarmata, mengungkapkan, tercatat Alex itu menikah pada tahun 2008. Kemudian, Alex dan Katarina Bonggo Warsito bercerai tercatat di akte cerai pada 2010.
Namun, Alex memiliki 2 KTP dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang sama, tetapi nama yang berbeda, yaitu KTP yang dikeluarkan pada tahun 2012, dan KTP yang dikeluarkan tahun 2022.
“Ini agak rancu. Apakah dalam pembuatan akta pernikahan dan akta perceraian itu sesuai KTP? Akta nikah keluar tahun 2008, akta cerai keluar tahun 2010, tapi kok KTP-nya baru keluar tahun 2012, dan tahun 2022?” tanya Hakim Hotnar Simarmata.
Saksi Rizky Parlindungan tampak gelagapan dan kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan Hakim. Dan jawaban-jawabannya tidak sesuai dengan keterangan di BAP.
Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T menyela, dan meminta agar Jaksa dan Kuasa Hukum para Terdakwa untuk menghadirkan saksi-saksi yang kompeten saja pada persidangan selanjutnya.
“Saya ada pengalaman di kantor suami saya. Anak buahnya, anggota TNI, setahu kami sudah menikah, sebelum pindah tugas ke Daerah. Eh, belakangan ribut dengan isterinya. Sebab, ternyata Si Anak Buah itu ketahuan menikah lagi di Daerah. Pas dicek, ya karena KTP-nya masih tertulis Belum Kawin. Kalau di Daerah, kan warga tidak mengecek detail, ditunjukkan KTP Belum Kawin ya senang aja anak putrinya dilamar anggota TNI,” tutur Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T.
“Nah, yang seperti ini kan juga tugas Dukcapil. Mengapa data di KTP sering tidak sinkron dengan fakta di lapangan? Ini berkaitan dengan nasib orang banyak loh. Jadi, sebaiknya Saksi yang menguasai tugas dan kewajibannya dong dihadirkan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T lagi.
Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T menskors sidang. Persidangan selanjutnya dijadwalkan pada Selasa, 30 April 2024, pukul 10 pagi, di Ruang Prof R Subekti atau Ruang 7, di Lantai 2, PN Jakut, dengan agenda masih pemeriksaan saksi.
Kedua Terdakwa, Eva Jauwan (Biksuni atau Vira Vasu) dan Aky Jauwan, dinyatakan masih dalam Tahanan Kota.
“Para Terdakwa tetap masih dalam Tahanan Kota. Jangan pergi-pergi keluar kota. Sebab, masih dalam status Tahanan Kota,” ujar Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T.
Usai persidangan, Anggota Majelis Hakim Hotnar Simarmata, ketika di-doorstop wartawan, menyampaikan, keterangan-keterangan dan pembuktian di persidangan akan menjadi landasan Majelis Hakim untuk menentukan keputusan nantinya.
“Semua pihak diberikan kesempatan untuk bersaksi dan menyampaikan bukti-bukti dan fakta-fakta. Mau keterangannya jujur atau tidak, bukan itu penentunya. Majelis Hakim yang memutuskan nantinya. Tentu, kami sebagai Majelis Hakim akan terus membongkar hal-hal yang sebenarnya, dan itu akan jadi pertimbangan kami nantinya dalam menentukan putusan,” tutur Hakim Hotnar Simarmata.
Banthe Bodhi Desak Pecat Biksuni Eva
Terpisah, Rohaniawan Buddhis senior, Bikkhu Bodhi Wijaya Ng Jagarapanno atau yang akrab dikenal Banthe Bodhi, menyampaikan, keberadaan Terdakwa Eva Jauwan yang merupakan Biksuni yang kini bergelar Suhu Vira Vasu di Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk harus segera dilepaskan.
“Pemerintah harus mengambil sikap tegas, karena Pemerintah yang menaungi kita, yaitu melalui Kementerian Agama. Agar Pemerintah melalui Kementerian Agama melakukan langkah tegas dengan memberikan sanksi kepada Suhu Vira Vasu,” tutur Banthe Bodhi.
“Kalau secara halus tidak bisa, maka secara tegas kita harus melakukan tindakan paksa, dan melaporkan dia (Biksuni Eva alias Suhu Vira Vasu) ke tempat dia bernaung,” lanjut Banthe Bodhi.
“Saya sarankan Biksuni Eva atau Suhu Vira segera mengundurkan diri sebagai rohaniawan, atau institusi di bawah dia bernaung harus mengeluarkan sebuah ultimatum. Jadi, saya harap, kepada yang bersangkutan tuk segera mengundurkan diri, siapapun itu,” tutur Banthe Bodhi.
Sejumlah Petinggi dan Pengurus Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, juga diduga sengaja melindungi pelaku tindak pidana pemalsuan yang sedang disidangkan di PN Jakut.
Biksu atau Bhikkhu perempuan alias Bhikkhuni atau Biksuni bernama Eva Jauwan atau Eva, yang merupakan salah seorang Terdakwa dalam kasus pidana dengan Nomor Perkara 246/Pid.B/2024, di PN Jakut, diduga berlindung di balik jubah Biksuni yang berada di Wihara atau Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara.
Bukan hanya berlindung, Biksuni Eva Jauwan yang bergelar Shifu atau Sefu alias Suhu Vira di Vihara Dharma Suci PIK itu juga diduga dilindungi oleh para petinggi dan pengurus Vihara Dharma Suci PIK yang didirikan Biksuni Zong Kai asal Medan, Sumatera Utara itu.
Biksuni Eva, ditahbiskan sebagai Biksuni pada tahun 2016 di Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk (PIK). Namun pada faktanya, Eva masih aktif mengurusi dan mengintervensi persoalan ini hingga kini. Hal itu juga dapat dibuktikan dengan dokumen tertanggal 07 Maret 2018, yang dibawa ke persidangan PN Jakut. (Ramdhani)