
JAKARTA, DETEKSIJAYA.COM – Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial, Suharto, mengingatkan agar pengadilan tidak bersikap terlalu aktif dalam pelaksanaan eksekusi perdata, terutama jika pemohon tidak menunjukkan sikap aktif dalam mengajukan permohonan.
Pernyataan tersebut disampaikan Suharto dalam kegiatan PERISAI Episode 10 bertema “Mengurai Kompleksitas Eksekusi Perdata: Problematika, Solusi, dan Proses Pembaharuan Hukum” yang digelar pada Senin (6/10/2025).
“Kalau pemohon eksekusi tidak aktif, pengadilan jangan terlalu aktif. Kita harus hati-hati dalam pelaksanaan eksekusi, apalagi kalau itu terkait putusan yang sudah lama inkracht,” ujar Suharto dalam pemaparannya.
Tekankan Ketelitian Panitera
Suharto meminta agar panitera dan aparat pengadilan lebih cermat dalam menangani permohonan eksekusi, khususnya jika terdapat potensi kekeliruan administratif atau substansi dalam amar putusan.
Ia mencontohkan, masih ditemukan kasus eksekusi yang mencantumkan nama desa atau batas wilayah yang keliru. “Ada yang seharusnya batas timur ditulis batas barat, atau luas lahan tidak sesuai. Hal seperti ini bisa menyebabkan objek menjadi non-eksekutable,” kata dia.
Dalam kondisi demikian, menurut Suharto, pengadilan dapat mengeluarkan penetapan non-eksekusi. “Masih ada upaya hukum untuk menguji hal itu ke Mahkamah Agung,” imbuhnya.
Soroti Praktik Ekstra Yudisial di Masa Lalu
Suharto juga menyinggung praktik masa lalu yang kerap mengganggu independensi lembaga peradilan dalam proses eksekusi. Ia menyebut adanya surat dari pihak luar, yang ia istilahkan sebagai “surat sakti”, yang berisi permintaan untuk melaksanakan atau menunda eksekusi.
“Dulu ada surat sakti, tergantung siapa yang di atas pro ke mana — eksekusi atau tidak. Tapi sekarang, hal itu sudah tidak ada lagi,” katanya.
Utamakan Eksekusi Barang Bergerak
Dalam pelaksanaan eksekusi, Suharto juga menyarankan agar aparat pengadilan mengedepankan eksekusi terhadap barang bergerak terlebih dahulu. Sebab, menurut dia, eksekusi terhadap tanah sebagai satu-satunya harta milik tereksekusi bisa menimbulkan kerugian tersendiri.
“Kalau tidak ada harga limit lelang yang cocok, tereksekusi bisa sangat dirugikan. Ini yang harus dipertimbangkan,” jelasnya.
Dorongan Pembaruan Eksekusi Perdata
Pemaparan Suharto menjadi bagian dari diskusi lebih luas mengenai urgensi pembaruan hukum acara perdata, khususnya dalam hal mekanisme dan pelaksanaan eksekusi yang dinilai masih menyimpan banyak persoalan.
PERISAI (Pekan Edukasi, Reformasi dan Sinergi Aparat Penegak Hukum) menjadi salah satu ruang diskusi yang diselenggarakan secara rutin untuk membahas isu-isu strategis di bidang hukum dan peradilan. (Ramdhani)