
Jakarta, DETEKSIJAYA.COM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara resmi menghentikan penuntutan terhadap tersangka Arnauzi Bin Musa yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian melalui mekanisme keadilan restoratif.
Keputusan ini diumumkan dalam ekspose perkara yang dipimpin langsung oleh Kepala Kejari Jakarta Utara, Dandeni Herdiana, SH, MH, didampingi Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Angga Dhielayaksya, SH, MH, dan jajaran terkait, Selasa (6/5/2025).
Ekspose yang digelar secara langsung dan virtual ini juga dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DK Jakarta, Dr. Patris Yusrian Jaya, SH, MH, serta Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati DKI Jakarta, Andi Suharlis, SH, MH.
Penghentian penuntutan ini disetujui oleh Direktur A Tindak Pidana Umum pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), dengan dasar hukum Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dalam perkara tersebut, Arnauzi dan korban telah sepakat berdamai. Barang bukti berupa sepeda motor telah dikembalikan, dan korban menyatakan tidak keberatan perkara tidak dilanjutkan ke persidangan.
Tersangka juga menyatakan penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Perdamaian ini disepakati secara sukarela dan turut didukung oleh tokoh masyarakat setempat.
Kejaksaan menilai, penyelesaian perkara dengan pendekatan restoratif ini lebih mengedepankan pemulihan hubungan sosial, sekaligus menjadi alternatif dari proses hukum yang berorientasi pada penghukuman.
Selain kasus Arnauzi, Jaksa Agung Muda (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana juga menyetujui penghentian penuntutan terhadap sembilan perkara lain di berbagai daerah. Seluruh kasus tersebut telah memenuhi syarat formil dan materil penerapan keadilan restoratif.
Berikut daftar sembilan perkara yang disetujui dihentikan melalui skema restorative justice:
- Primus Kamai – Kejari Merauke (Penganiayaan: Pasal 351 Ayat 1 KUHP)
- Ismet Rahim, Muhammad Fais Rahim, Fatmawati Luawo – Kejari Bitung (Penganiayaan: Pasal 351 Ayat 1 jo. Pasal 55 Ayat 1 KUHP)
- Novri Royke Piri alias Oping – Kejari Minahasa Utara (Penganiayaan)
- Fanni Setiawan bin Gunawan – Kejari Kutai Timur (Penganiayaan)
- Wentri Supatno Iryandi Sihombing – Kejari Samosir (Penganiayaan)
- Toni Nugraha alias Asep – Kejari Lebak (Pencurian: Pasal 362 KUHP)
- Firmansyah bin Abdul Samad – Kejari Paser (Pencurian)
- Riyan Hidayat bin Marzuki – Kejari Musi Rawas (Pengancaman: Pasal 335 Ayat 1 KUHP)
- Dedi Kasmir alias Amir – Kejari Indragiri Hulu (Penggelapan: Pasal 372 atau 376 KUHP)
Seluruh perkara tersebut diselesaikan karena memenuhi sejumlah kriteria, antara lain pelaku belum pernah dihukum, ancaman hukuman di bawah lima tahun, serta adanya perdamaian antara pelaku dan korban yang dilakukan secara sukarela.
Menurut Prof. Dr. Asep Nana Mulyana Restorative justice adalah bentuk implementasi hukum yang berkeadilan. Tujuannya bukan sekadar menghukum, tetapi memulihkan hubungan antarwarga demi harmoni sosial.
Langkah ini disambut positif masyarakat, karena dinilai mampu menekan potensi konflik sosial serta menjadi solusi yang efisien dalam penyelesaian perkara ringan. (Ramdhani)