Jakarta, DETEKSIJAYA.COM – Antonny Wiebisono, seorang pengacara (Penggugat), telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang diketuai majelis hakim Budi Prayitnya SH dalam gugatan NO:142/Pdt.G/2024.PN.Pn.Jkt.Pst. tanggal 9 September 2024.
Dalam putusannya, PN Jakpus menolak gugatannya terhadap PT Bank Central Asia (BCA), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI). Gugatan ini berfokus pada dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan oleh pihak bank.
Dalam pengajuan banding yang dilakukan pada 17 September 2024, Wiebisono mengungkapkan bahwa keputusan majelis hakim tingkat pertama tidak mempertimbangkan substansi gugatan dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ia mengkhawatirkan bahwa jika putusan tersebut dipertahankan, hal ini akan menjadi preseden buruk untuk kasus hukum serupa di masa depan (preseden).
“Majelis Hakim Tingkat Pertama sama sekali tidak mempertimbangkan atau keliru mempertimbangkan pokok perkara gugatan Pembanding aquo dan tidak menerapkan Hukum atau Putusan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Penggugat Antonny Weibisono kepada wartawan. Selasa (24/9/2024).
Anthonny berharap, Majelis Hakim Tingkat Banding mempertimbangkan dan menjatuhkan putusan berdasarkan Fakta dan bukti – bukti, serta menerapkan ketentuan hukum yang seadil – adilnya antara lain ;
- Pengakuan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan penggugat.
- Menghukum Tergugat untuk :
a. Mengembalikan dana sebesar Rp 300.000, yang di – auto debet dari rekening Penggugat ;
b. Mengganti kerugian immateriel (moriel) sebesar Rp. 10.000.000.000,- kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus.
c. Menghapus nama Penggugat dari Daftar Hitam pada Bank Indonesia Checking /SLIK OJK ;
d. Mengaktifkan kembali Kartu Kredit Platinum atas – nama Penggugat .
e. Mengumumkan permintaan ma’af atas ketidak – nyamanan Penggugat atas pelanggaran etika dalam penagihan yang dilakukan oleh para penagih /Agency /Debt Collector yang bekerjasama dan ditugaskan oleh Tergugat pada 2 (dua) Harian Media Massa yang beredar secara nasional.
f. Menarik peredaran data tagihan pinjaman /kredit dan merehabilitasi nama baik Penggugat dari para Penagih /pihak ketiga /Debt Collector
secara tanpa syarat apapun. - Menghukum para Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh melaksanakan putusan perkara ini.
- Menghukum Tergugat dan para Turut Tergugat untuk membayar Uang Paksa (Dwangsom) sebesar Rp. 10.000.000,- setiap hari tidak melaksanakan putusan ini secara tanggung – renteng, tunai dan sekaligus.
Penggugat Anthonny Wiebisono menilai Putusan Majelis Hakim tingkat pertama seolah-olah telah melegalkan tindakan BCA menyebarkan data nasabah kepada pihak ketiga seperti sayembara berhadiah hingga terjadi pelanggaran kode etik dalam melakukan penagihan meski pihak BCA tidak pernah membantah adanya kejadian tersebut, melainkan hanya berdalih sudah tidak ada hubungan hukum setelah nasabah melakukan pembayaran, dan telah mengembalikan kelebihan pembayaran melalui auto debet, yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima (NO)
Ia menjelaskan bahwa masalah ini muncul setelah BCA menyebarkan data nasabah kepada pihak ketiga untuk penagihan, yang menyebabkan teror melalui telepon secara berulang. Wiebisono menyatakan bahwa tindakan ini merendahkan harkat dan martabatnya sebagai nasabah.
Dalam pengajuan gugatannya, Wiebisono juga menyampaikan bahwa kreditnya mengalami macet akibat dampak pandemi COVID-19. Meskipun sudah melakukan restrukturisasi, pihak BCA tetap melakukan auto-debit tanpa persetujuan, yang berujung pada kesulitan finansial lebih lanjut.
Jumlah tagihan kartu kredit sebesar Rp. 37.486.540,- direstrukturisasi menjadi pinjaman angsuran tetap dengan bunga ringan dan jangka waktu pembayaran 24 bulan disetujui pada bulan September 2021, dengan angsuran sebesar Rp. 1.824.432,- per – bulan, sehingga jumlah tagihan menjadi sebesar Rp. 43.786.368,- yang semula berjalan lancar hingga bulan Februari 2022 kembali tidak lancar dengan sisa tagihan sebesar Rp. 29.337.290.
Nasabah menghentikan pembayaran setelah pihak BCA melakukan auto – debet tanpa pemberitahuan dan persetujuan terlebih dahulu terhadap dana di Rekening Tahapan Nasabah pada tanggal 27 April 2022 sebesar Rp. 3.000.000,-, yaitu dana titipan pihak lain yang akan dipergunakan untuk keperluan lain, dan BCA menolak permintaan refund tersebut.
Sejak itu pihak BCA aktif mengawasi aktifitas rekening nasabah dan melakukan auto – debet setiap ada dana secara rutin hingga pinjaman/kredit dinyatakan macet, dari Agustus 2022 – September 2023 sebanyak 4 kali total Rp. 1.162.075, -, yang baru diketahui setelah dana tersebut berhasil didebet dan saldo rekening tersebut sudah ‘NIHIL’. (Ramdhani).