
DETEKSIJAYA.COM – Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa Hanif Wicaksono berharap pada sidang putusan sela majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta pusat (PN Jakpus) bisa membatalkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan terdakwa dibebaskan dari dakwaan.
Hal ini disampaikan salah satu PH terdakwa Hanif Wicaksono, John Haris Gultom SH, usai sidang pembacaan Nota Keberatan (Eksepsi) atas dakwaan JPU di PN Jakarta Pusat. Selasa (28/2/2024).
“Harapannya agar putusan sela nanti, majelis hakim bisa membatalkan surat dakwaan Jaksa dan klien kami dibebaskan dari dakwan tersebut,” ujarnya.
Menurut John, tindak pidana dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dinilai cacat hukum bertolak belakang dengan surat dakwaan JPU. Poin-poin kejanggalan tersebut sangat terlihat jelas dalam berkas perkara BAP.
“Dalam berkas perkara tersebut ternyata berbeda dengan surat dakwaan JPU. Dan ini yang kita kritisi,” ujarnya.

Selain itu, lanjut John menjelaskan, terkait dengan poin-poin tersebut Tim Penasehat Hukum Terdakwa juga menduga ada tanda tangan yang diduga di palsukan. Hal itu juga yang menjadi konsen dalam perkara ini.
“Kita Tim Penasehat Hukum terdakwa sangat optimis dalam perkara ini,” tegas John.
Dalam eksepsinya, Tim penasehat hukum yang terdiri dari Dhani Perwira, SH, M. Hum, John. Haris Gultom SH, Rachmatisra SH dan Ahmad Chair SH, menjelaskan, surat dakwaan Jaksa yang tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap menguraikan tindak pidana yang dilakukan, seharusnya tidak dapat diterima dan batal demi hukum.
“Kami berharap kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini, untuk mengabulkan eksepsi yang diajukannya, dengan menyatakan dakwaan Jaksa batal demi hukum, dan tidak melanjutkan persidangan serta membebaskan klien kami dari segala tuntutan hukum,” Kata Dhani Perwira, SH dalam persidangan.
Selain itu, dalam eksepsinya, tim penasehat hukum juga menjelaskan, dakwaan alternatif Jaksa yang telah mendakwa terdakwa M. Hanif Wicaksono, melakukan tindak pidana Undang-undang ITE.diduga adanya rekayasa dan kriminalisasi hukum.
Sebagaimana Abdul Basit, SH, selaku kuasa hukum saksi korban W. Prasetiyo, yang melaporkan terdakwa, tidak punya kewenangan kapasitas hukum dalam membuat laporan. “Seharusnya yang membuat laporan itu korban sendiri, ” Ujar Dhani saat membacakan nota keberatan di persidangan.
Tim penasehat hukum terdakwa, juga menjelaskan, dari proses penyidikan dan penyelidikan banyak terjadi Pelanggaran-pelanggaran tak sesuai perundang-undangan. Terdakwa tidak pernah di panggil dalam klarifikasi dalam tahap penyidikan oleh Polda Metro Jaya.
Terdakwa langsung didatangi di tempat kediamannya oleh Pihak Polda Metro Jaya dengan membawa surat keterangan penetapan tersangka, tertanggal 12 Oktober 2023, dengan bukti laporan Undang-undang ITE junto Penyebaran data pribadi berupa KTP saksi korban W. Prasetiyo.
“Atas penyebaran data pribadi tersebut, menyebabkan kerugian, dengan adanya tagihan pinjol (pinjaman online),” kata John Haris didampingi Barry F. Siregar usai sidang di PN Jakarta Pusat.
Dia mengatakan, sebagaimana laporan polisi, tindakan pidana yang dilakukan terdakwa terkait tentang adanya pinjol, sesuai dengan yang dilaporkan Abdul Basit, kuasa hukum korban.
“Namun faktanya bukti-bukti tersebut tidak pernah di tunjukan kepada terdakwa ataupun penasehat hukum terdakwa,” Ujar John.
Selain itu dalam BAP tanda tangan saksi W. Prasetiyo dan saksi Destra Hidayat terdapat perbedaan tanda tangan yang signifikan. “Perbedaan tanda tangan yang signifikan itu terdapat pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Berita pengambilan sumpah dan Berita Pemeriksaan tambahan,” tandas Jhon. (Ramdhani)