
Jember, DETEKSIJAYA.COM – Dalam acara Dies Natalis Ke-60 Fakultas Hukum Universitas Jember, Prof. Dr. H. Sunarto, SH, MH, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), menyampaikan pidato kunci dengan tema “Menggapai Kepastian Hukum dan Keadilan dalam Perkara Perdata”. Senin (25/11/2024).
Dalam pidatonya, Prof. Sunarto mengajak para hakim dan civitas akademika untuk merenungkan kembali peran hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia, khususnya dalam perkara perdata.
Hakim Harus Lebih Aktif dalam Mencari Kebenaran Materiil
Prof. Sunarto, yang memiliki pengalaman hampir 37 tahun sebagai hakim, mengungkapkan bahwa salah satu masalah besar dalam peradilan perdata Indonesia adalah banyaknya putusan yang berakhir dengan gugatan yang tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) atau tidak dapat dilaksanakan (non-executable).

Menurutnya, hal ini terjadi karena hakim seringkali bersikap pasif, padahal menurut hukum yang berlaku, hakim seharusnya berperan aktif dalam proses peradilan.
“Fenomena ini bertentangan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, serta prinsip aktif dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman,” ujarnya.
Dia menekankan bahwa hakim perlu lebih proaktif dalam membantu pencari keadilan, tidak hanya mencari kebenaran formil tetapi juga kebenaran materiil, yang sering kali lebih mencerminkan keadilan substansial.
Menegakkan Hukum yang Berkeadilan
Menurut Prof. Sunarto, menegakkan hukum berarti hakim harus mengadili sesuai dengan hukum yang berlaku, namun keadilan harus tetap menjadi prioritas utama. Mengutip pendapat Gustav Radbruch, dia menjelaskan bahwa tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, dengan keadilan sebagai prioritas pertama.
“Penegakan hukum tanpa keadilan hanya akan menghasilkan aturan yang kering. Hakim harus memahami nilai-nilai keadilan yang tidak hanya berdasarkan teks hukum, tetapi juga hati nurani dan nilai-nilai moral,” ungkapnya.
Prof. Sunarto juga menambahkan bahwa dalam setiap putusan yang dijatuhkan, hakim harus memperhatikan tidak hanya kebenaran formil tetapi juga kebenaran materiil, yang akan lebih mengarah pada keadilan yang sejati.
Pencarian Kebenaran Materiil dalam Perkara Perdata
Perdebatan mengenai kebenaran formil dan materiil dalam perkara perdata menjadi salah satu topik penting dalam pidato Prof. Sunarto. Dalam pandangannya, pencarian kebenaran materiil harus menjadi bagian integral dari proses peradilan perdata.
Meskipun hukum acara perdata Indonesia selama ini lebih mengedepankan kebenaran formil, Prof. Sunarto berpendapat bahwa hakim seharusnya memiliki peran aktif dalam menggali kebenaran materiil, sebagaimana yang diterapkan dalam sistem hukum acara pidana atau tata usaha negara.
Contoh yang disampaikan oleh Prof. Sunarto terkait penerapan kebenaran materiil dapat dilihat dalam beberapa putusan Mahkamah Agung yang mengedepankan penelaahan lebih mendalam mengenai hubungan hukum antara pihak-pihak yang terlibat, meskipun dokumen seperti akta jual beli sudah dianggap sah. Menurutnya, hakim harus memeriksa secara cermat apakah transaksi tersebut benar-benar mencerminkan kehendak pihak-pihak yang terlibat.
Meningkatkan Pendidikan Etika Hukum
Di akhir pidatonya, Prof. Sunarto mengingatkan bahwa penegakan hukum tidak hanya bergantung pada pemahaman akademis, tetapi juga pada integritas dan etika. Sebagai seorang hakim, selain memiliki kecerdasan, juga harus dilandasi oleh nilai-nilai transendental dan moral yang akan membimbingnya untuk menegakkan keadilan dengan hati nurani yang tulus.
“Pendidikan hukum tidak hanya harus menekankan kecerdasan akademis, tetapi juga membentuk karakter dan integritas yang kuat. Seorang hakim adalah ‘wakil Tuhan’ di muka bumi, dan oleh karena itu harus mampu menghasilkan putusan yang tidak hanya adil secara hukum, tetapi juga menyentuh hati nurani,” tambahnya.
Prof. Sunarto mengajak seluruh lembaga pendidikan hukum di Indonesia untuk lebih menekankan pentingnya pendidikan etika hukum, agar calon-calon hakim di masa depan tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki integritas yang tinggi dalam menjalankan profesinya.
Sebagai penutup, Prof. Sunarto mengingatkan bahwa untuk menggapai kepastian hukum dan keadilan dalam perkara perdata, hakim harus melibatkan tiga elemen penting: nalar, naluri, dan nurani. “Dengan ketiga elemen ini, hakim akan dapat menjadikan hukum sebagai alat untuk menegakkan keadilan yang sejati,” pungkasnya.
Pidato yang penuh dengan wawasan ini diharapkan dapat memantik diskusi lebih lanjut mengenai praktik peradilan perdata di Indonesia dan mendorong perubahan positif menuju sistem peradilan yang lebih adil dan efisien. (Ramdhani)