
Jakarta, DETEKSIJAYA.COM – Sidang sengketa merek antara “WATER POLO” dan “POLOPLAST” kembali digelar Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) dengan agenda menghadirkan ahli hukum pidana. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tutur Sagala menghadirkan Hendri Jayadi, dosen dan pakar hukum pidana dari Universitas Kristen Indonesia.
Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Ni Made Purnami, Hendri menegaskan bahwa perkara ini seharusnya tidak masuk ranah pidana. Ia menjelaskan bahwa jika terdapat dua sertifikat merek yang dikeluarkan oleh DJKI terhadap nama yang sama, maka hal tersebut merupakan sengketa hak, bukan tindak pidana.
“Selama belum ada putusan hukum tetap (inkracht), kedua pihak masih memiliki hak atas penggunaan merek masing-masing karena keduanya sah secara hukum,” ujar Hendri dalam persidangan, Selasa (22/4/2025).
Ia menambahkan, salah satu poin penting dalam persidangan adalah perbedaan warna antara dua merek. Merek milik terdakwa Challas tercatat menggunakan warna kuning-merah sejak 2021, sedangkan pelapor baru mengubah mereknya menjadi warna serupa pada 2023.
“Warna menjadi elemen pembeda penting dan tidak ditemukan kesamaan secara nyata antara kedua merek,” jelas Hendri.
Lebih jauh, Hendri menekankan asas ultimum remedium, yakni bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penyelesaian hukum. Ia menyebut bahwa perkara perdata sudah selesai, merek sudah tidak digunakan lagi, serta tidak ada kerugian nyata.
“Terlebih, terdakwa telah menunjukkan itikad baik melalui press release yang menyatakan penghentian penggunaan merek,” ungkap Hendri.
Selain itu, Kuasa hukum terdakwa, Topan Oddye Prastyo, S.H., M.H., dari kantor hukum TOP & PARTNERS, mendukung pernyataan ahli. Ia mengatakan tidak ada unsur pidana dalam perkara merek ini karena sudah ada penyelesaian perdata.
“Kami menilai tidak ada unsur pidana. Merek klien kami didaftarkan dengan itikad baik dan sudah tidak digunakan lagi pasca putusan perdata,” ujarnya kepada media usai sidang.
Topan juga menegaskan bahwa dengan adanya putusan kasasi dan penghentian penggunaan merek oleh kliennya, proses pidana seharusnya tidak dilanjutkan. (Ramdhani)