
Jakarta, DETEKSIJAYA.COM – Perayaan Lebaran di lingkungan Mahkamah Agung (MA) pada tahun ini diwarnai dengan ketegangan yang tak terduga. Rumah dinas Ketua MA di Jalan Denpasar 20, Kuningan, Jakarta Selatan, yang biasanya menjadi lokasi acara halal bihalal untuk mempererat hubungan antar hakim, pengacara, dan para jurnalis, justru menjadi tempat pembatasan bagi wartawan yang ingin meliput acara tersebut.
Kebijakan protokoler MA yang melarang jurnalis untuk memasuki acara tersebut menimbulkan kekecewaan. Para jurnalis yang hadir dengan niat baik untuk ikut serta dalam momen silaturahmi Lebaran malah dihalang-halangi untuk berpartisipasi.
Kejadian ini menjadi sorotan, terutama karena acara tersebut bertujuan untuk mempererat hubungan dan saling memaafkan.
Ketegangan yang terjadi bukan hanya karena adanya pembatasan fisik, tetapi juga terkait dengan sikap yang dirasa ‘paranoid’ dari pihak protokoler MA. Sikap ini dianggap tidak mencerminkan semangat Lebaran, yang biasanya menjadi waktu untuk saling memaafkan dan mempererat hubungan antara sesama, termasuk dengan para jurnalis yang berperan penting dalam memberikan informasi kepada publik.

Syamsul Bahri, Ketua Forum Silaturahmi Mahkamah Agung (Forsimema), yang juga mewakili jurnalis yang biasa meliput kegiatan MA, mengungkapkan kekecewaannya. “Kami pun tidak diizinkan untuk ikut serta dalam acara tersebut. Jurnalis yang tergabung di Forsimema pun tak bisa masuk,” ujar Syamsul dengan nada penuh rasa pilu, Senin (31/3/2025).
Kebijakan ini semakin kontras dengan suasana pada masa kepemimpinan Ketua MA sebelumnya, Prof. Syarifuddin, yang dikenal dengan sikap ramah dan terbuka kepada wartawan. Prof. Syarifuddin selalu menyambut wartawan dengan senyuman hangat dan menjaga hubungan yang baik dengan media.
Sebaliknya, kebijakan yang diterapkan oleh Ketua MA saat ini, Prof. Sunarto, dinilai seakan menutup pintu bagi wartawan dan menghalangi terciptanya hubungan yang lebih baik, seperti yang dilakukan oleh pendahulunya.
Hal ini tentu menambah rasa kecewa di kalangan jurnalis yang berharap acara Lebaran menjadi kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang sempat renggang.
Syamsul Bahri menyampaikan harapannya agar momen Lebaran bisa dimanfaatkan untuk mempererat ikatan kekeluargaan dan memperbaiki hubungan yang sempat terpecah. “Semoga dengan acara halal bihalal ini kita dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan semakin erat dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia,” kata Syamsul.
Ia menambahkan, “Konsep hablumminallah dan hablumminannaas bisa terwujud secara bersamaan, menciptakan kedamaian antara semua pihak.” Namun, harapan tersebut tak terwujud, karena ketegangan yang timbul justru memperburuk suasana.
Momen Lebaran seharusnya menjadi saat yang penuh dengan kebersamaan, saling memaafkan, dan mempererat hubungan, bukan justru menciptakan jarak. “Bukankah Lebaran adalah saat yang tepat untuk membuka pintu hati, bukan menutupnya rapat-rapat?” ungkap Syamsul Bahri.
Ia menambahkan, Sebagai umat manusia, kita diajarkan untuk selalu mengedepankan rasa saling pengertian dan kebersamaan, terutama pada hari yang penuh berkah ini. Semoga, ke depan, kita bisa kembali merayakan Lebaran dengan semangat saling memaafkan dan mempererat ikatan yang sempat renggang.
“Dengan kesederhanaan dan kebersamaan, kita bisa merasakan kedamaian yang sejati, dan semoga perayaan Lebaran berikutnya dapat menjadi ajang untuk membangun kembali hubungan yang lebih harmonis,” pungkas Syamsul. (Ramdhani)